Connect with us

Resensi

Kesetaraan dan Relasi Sosial dalam Perspektif Islam dan Modernitas: Suatu Kajian Komprehensif

Published

on

Buku Studi Gender karya tim akademisi dari Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Sunan Ampel Surabaya hadir sebagai rujukan utama bagi mahasiswa, dosen, peneliti, dan praktisi yang bergerak dalam kajian gender. Diterbitkan oleh The UINSA Press pada tahun 2025, buku ini menawarkan pembahasan komprehensif mengenai konsep gender, teori-teori utama, hingga isu ketidakadilan gender dalam berbagai konteks sosial, budaya, dan keagamaan.

Sebagai bahan ajar resmi untuk mata kuliah Studi Gender, penyajian buku ini dirancang sistematis dan berpijak pada teori-teori akademik yang kuat. Isu gender yang selama ini menjadi fokus diskursus global dibahas secara mendalam: mulai dari ketimpangan relasi sosial, hak-hak perempuan, hingga tantangan kontemporer yang muncul dalam masyarakat.

Buku ini terdiri dari sebelas bab, dimulai dari pemahaman dasar tentang perbedaan antara seks dan gender, teori-teori pengembangan gender, hingga perspektif Islam yang menekankan nilai keadilan dan kesetaraan. Pembahasan yang menarik antara lain terkait bentuk-bentuk ketidakadilan gender seperti marjinalisasi, stereotip, beban ganda, dan kekerasan berbasis gender, yang dijelaskan dengan contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Tidak hanya itu, pembaca juga diajak mengenal perjalanan panjang gerakan perempuan di dunia, tokoh-tokoh penting yang berperan dalam sejarah feminisme, serta bagaimana konsep feminisme Islam berkembang sebagai pendekatan yang relevan di masyarakat Muslim.

Bab-bab terkait kebijakan hukum terhadap kekerasan seksual, inklusi sosial (GEDSI), dan konsep mubadalah dalam keluarga memperkaya perspektif pembaca mengenai cara mewujudkan keadilan gender dalam kehidupan nyata.

Dari sisi keunggulan, buku ini menawarkan isi yang padat, terstruktur, dan sangat sesuai dengan kebutuhan akademik di Indonesia. Perspektif Islam yang disajikan juga memberikan nilai tambah karena mampu menghadirkan pendekatan keagamaan yang kritis namun tetap moderat. Meski demikian, sebagian bab masih minim contoh empiris dan gaya penulisan antara penulis satu dengan lainnya terasa berbeda, namun hal ini tidak mengurangi nilai akademiknya secara keseluruhan.

Secara keseluruhan, Studi Gender adalah buku yang sangat direkomendasikan bagi siapa pun yang ingin memahami isu-isu gender secara ilmiah, menyeluruh, dan kontekstual. Kehadiran buku ini menjadi kontribusi penting dalam upaya memperkuat literasi gender di Indonesia, khususnya dalam lingkungan pendidikan tinggi dan komunitas akademik keislaman.

Identitas Buku

Judul Buku                  : Studi Gender
Penulis                        : Dr. Fikry Zahria Emeraldien, Dkk
Penerbit                      : The UINSA Press
Tahun Terbit               : 2025
Jumlah Halaman         : viii + 231 halaman
ISBN                           : 978-602-332-207-7

 

Penulis: Rousyana Ulya Dewi

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Resensi

Krisis Kepercayaan pada Pakar: Ancaman di Era Informasi Digital

Published

on

By

Buku Matinya Kepakaran karya Tom Nichols merupakan sebuah refleksi tajam tentang krisis kepercayaan masyarakat terhadap para ahli di era modern. Dengan gaya penulisan yang lugas dan berani, Nichols membongkar penyebab utama fenomena ini, seperti ledakan informasi digital, maraknya anti-intelektualisme, dan kesalahan pakar itu sendiri. Buku ini menyampaikan pesan penting: bahwa menurunnya penghargaan terhadap keahlian bisa menjadi ancaman serius bagi pengambilan keputusan yang berbasis data dan fakta.

Nichols secara komprehensif memetakan bagaimana internet dan media sosial telah memberikan setiap orang panggung untuk berbicara, sehingga pendapat subjektif sering kali dianggap setara dengan fakta ilmiah. Fenomena ini, yang disebutnya sebagai “demokratisasi informasi yang salah arah,” memperburuk bias konfirmasi dalam masyarakat. Alih-alih mencari pandangan yang berimbang, orang cenderung hanya mempercayai informasi yang mendukung keyakinan mereka, meskipun tidak berdasar.

Namun, kritik terbesar Nichols tidak hanya diarahkan kepada masyarakat awam, tetapi juga kepada para pakar itu sendiri. Ia mencatat bahwa sejumlah pakar sering kali terjebak dalam arogansi dan kurangnya kemampuan untuk menjelaskan ilmu mereka kepada khalayak umum. Hal ini memperlebar jurang antara masyarakat dan para ahli, yang pada akhirnya menciptakan siklus ketidakpercayaan. Sikap elitis dari beberapa pakar, menurut Nichols, turut memperburuk masalah ini.

Salah satu kekuatan buku ini adalah keberanian Nichols dalam menghadapi ironi: bahwa keahlian tidak kebal terhadap kritik. Ia mengakui bahwa para pakar pun kerap melakukan kesalahan, baik dalam bentuk prediksi yang meleset maupun keputusan yang bias. Tetapi ia menegaskan bahwa kegagalan individu tidak seharusnya menghilangkan kredibilitas seluruh disiplin ilmu atau profesi. Pesannya jelas: kritik terhadap pakar itu perlu, tetapi harus dilakukan dengan bijak, bukan dengan meremehkan seluruh sistem keahlian.

Di sisi lain, buku ini juga memiliki kelemahan. Salah satu kritik terhadap karya ini adalah kecenderungannya untuk menyederhanakan kompleksitas hubungan antara masyarakat, media, dan pakar. Nichols lebih banyak menyoroti kesalahan masyarakat umum dibandingkan dengan dinamika sistemik yang mendukung disinformasi, seperti peran algoritma media sosial atau kepentingan politik yang sengaja merusak kepercayaan terhadap institusi pakar.

Selain itu, buku ini cenderung bersifat normatif tanpa memberikan solusi yang praktis. Nichols mengingatkan pembaca untuk kembali mempercayai pakar, tetapi tidak cukup menawarkan panduan tentang bagaimana pakar dapat lebih efektif membangun kembali kepercayaan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana para pakar dan institusi dapat merespons perubahan lanskap digital tanpa kehilangan integritas keilmuannya?

Namun, buku ini tetap relevan karena mengangkat isu yang sangat kontekstual di era pasca-kebenaran (post-truth). Nichols secara meyakinkan menjelaskan bahwa penghormatan terhadap keahlian tidak sama dengan ketaatan buta, tetapi merupakan upaya bersama untuk menghargai proses intelektual yang berbasis bukti. Di tengah derasnya arus informasi yang sering kali manipulatif, pandangan ini sangat dibutuhkan.

Lebih dari sekadar analisis, Matinya Kepakaran juga menjadi semacam seruan moral bagi masyarakat untuk lebih selektif dalam menyerap informasi. Dengan tegas, Nichols mengajak pembaca untuk melawan godaan menjadi “pakar instan” yang hanya mengandalkan pencarian Google, tanpa memahami konteks atau kerangka keilmuan yang lebih luas.

Secara keseluruhan, Matinya Kepakaran adalah buku yang penting untuk dibaca oleh siapa saja yang peduli terhadap masa depan demokrasi, ilmu pengetahuan, dan pengambilan keputusan kolektif. Meskipun tidak luput dari kekurangan, buku ini berhasil menyentuh inti persoalan yang jarang dibahas secara mendalam, yaitu bagaimana pergeseran budaya masyarakat modern telah mengancam kredibilitas para ahli.

Buku ini mengingatkan kita bahwa di era di mana semua orang bisa bersuara, kebenaran tetap membutuhkan para penjaganya—yaitu mereka yang berdedikasi pada keahlian. Matinya Kepakaran bukan hanya tentang kritik terhadap masyarakat, tetapi juga panggilan untuk introspeksi, baik bagi masyarakat maupun para pakar, agar mampu membangun kembali jembatan kepercayaan yang kokoh.(red)

Continue Reading

Trending