Resensi
Krisis Kepercayaan pada Pakar: Ancaman di Era Informasi Digital

Buku Matinya Kepakaran karya Tom Nichols merupakan sebuah refleksi tajam tentang krisis kepercayaan masyarakat terhadap para ahli di era modern. Dengan gaya penulisan yang lugas dan berani, Nichols membongkar penyebab utama fenomena ini, seperti ledakan informasi digital, maraknya anti-intelektualisme, dan kesalahan pakar itu sendiri. Buku ini menyampaikan pesan penting: bahwa menurunnya penghargaan terhadap keahlian bisa menjadi ancaman serius bagi pengambilan keputusan yang berbasis data dan fakta.
Nichols secara komprehensif memetakan bagaimana internet dan media sosial telah memberikan setiap orang panggung untuk berbicara, sehingga pendapat subjektif sering kali dianggap setara dengan fakta ilmiah. Fenomena ini, yang disebutnya sebagai “demokratisasi informasi yang salah arah,” memperburuk bias konfirmasi dalam masyarakat. Alih-alih mencari pandangan yang berimbang, orang cenderung hanya mempercayai informasi yang mendukung keyakinan mereka, meskipun tidak berdasar.
Namun, kritik terbesar Nichols tidak hanya diarahkan kepada masyarakat awam, tetapi juga kepada para pakar itu sendiri. Ia mencatat bahwa sejumlah pakar sering kali terjebak dalam arogansi dan kurangnya kemampuan untuk menjelaskan ilmu mereka kepada khalayak umum. Hal ini memperlebar jurang antara masyarakat dan para ahli, yang pada akhirnya menciptakan siklus ketidakpercayaan. Sikap elitis dari beberapa pakar, menurut Nichols, turut memperburuk masalah ini.
Salah satu kekuatan buku ini adalah keberanian Nichols dalam menghadapi ironi: bahwa keahlian tidak kebal terhadap kritik. Ia mengakui bahwa para pakar pun kerap melakukan kesalahan, baik dalam bentuk prediksi yang meleset maupun keputusan yang bias. Tetapi ia menegaskan bahwa kegagalan individu tidak seharusnya menghilangkan kredibilitas seluruh disiplin ilmu atau profesi. Pesannya jelas: kritik terhadap pakar itu perlu, tetapi harus dilakukan dengan bijak, bukan dengan meremehkan seluruh sistem keahlian.
Di sisi lain, buku ini juga memiliki kelemahan. Salah satu kritik terhadap karya ini adalah kecenderungannya untuk menyederhanakan kompleksitas hubungan antara masyarakat, media, dan pakar. Nichols lebih banyak menyoroti kesalahan masyarakat umum dibandingkan dengan dinamika sistemik yang mendukung disinformasi, seperti peran algoritma media sosial atau kepentingan politik yang sengaja merusak kepercayaan terhadap institusi pakar.
Selain itu, buku ini cenderung bersifat normatif tanpa memberikan solusi yang praktis. Nichols mengingatkan pembaca untuk kembali mempercayai pakar, tetapi tidak cukup menawarkan panduan tentang bagaimana pakar dapat lebih efektif membangun kembali kepercayaan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana para pakar dan institusi dapat merespons perubahan lanskap digital tanpa kehilangan integritas keilmuannya?
Namun, buku ini tetap relevan karena mengangkat isu yang sangat kontekstual di era pasca-kebenaran (post-truth). Nichols secara meyakinkan menjelaskan bahwa penghormatan terhadap keahlian tidak sama dengan ketaatan buta, tetapi merupakan upaya bersama untuk menghargai proses intelektual yang berbasis bukti. Di tengah derasnya arus informasi yang sering kali manipulatif, pandangan ini sangat dibutuhkan.
Lebih dari sekadar analisis, Matinya Kepakaran juga menjadi semacam seruan moral bagi masyarakat untuk lebih selektif dalam menyerap informasi. Dengan tegas, Nichols mengajak pembaca untuk melawan godaan menjadi “pakar instan” yang hanya mengandalkan pencarian Google, tanpa memahami konteks atau kerangka keilmuan yang lebih luas.
Secara keseluruhan, Matinya Kepakaran adalah buku yang penting untuk dibaca oleh siapa saja yang peduli terhadap masa depan demokrasi, ilmu pengetahuan, dan pengambilan keputusan kolektif. Meskipun tidak luput dari kekurangan, buku ini berhasil menyentuh inti persoalan yang jarang dibahas secara mendalam, yaitu bagaimana pergeseran budaya masyarakat modern telah mengancam kredibilitas para ahli.
Buku ini mengingatkan kita bahwa di era di mana semua orang bisa bersuara, kebenaran tetap membutuhkan para penjaganya—yaitu mereka yang berdedikasi pada keahlian. Matinya Kepakaran bukan hanya tentang kritik terhadap masyarakat, tetapi juga panggilan untuk introspeksi, baik bagi masyarakat maupun para pakar, agar mampu membangun kembali jembatan kepercayaan yang kokoh.(red)

-
Berita5 bulan yang lalu
Pendampingan Strategis Pendaftaran Tanah di Desa Blimbing: Upaya Masyarakat Menuju Kepastian Hukum Pertanahan
-
Berita5 bulan yang lalu
Mahasiswa KKN UPGRIS 29 Gencarkan Urban Farming di Mijen: Tanam Cabai untuk Ketahanan Pangan
-
Berita5 bulan yang lalu
Ekstrakurikuler Muhadhoroh SMP IT Al-Anis Sukoharjo Perkuat Kompetensi Siswa
-
Berita5 bulan yang lalu
Mahasiswa KKN UPGRIS 29 Perindah Lingkungan dengan Penataan Tanaman TOGA
-
Berita5 bulan yang lalu
Mahasiswa KKN UPGRIS Kenalkan Asinan Rambutan sebagai Inovasi Kuliner di Kelurahan Bubakan
-
Berita5 bulan yang lalu
Mahasiswa KKN UPGRIS Kelompok 15 Edukasi Siswa SD Negeri Kalicari 02 tentang Tiga Dosa Besar Pendidikan
-
Berita5 bulan yang lalu
Peningkatan Perekonomian Desa Beran dengan Pendaftaran E-Commerce Shopee untuk UMKM: Studi Kasus Produksi Gula Jawa
-
Berita5 bulan yang lalu
KKN Upgris Kelompok 20 Gelar Pelatihan Coding untuk Kembangkan Critical Thinking Siswa SD di Semarang