Berita
Kenalkan NU ala Anak Muda, Gus Rozin: Harus “Ngenomi”!
Semarang, Katakampus.com – Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah, KH. Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin), menekankan pentingnya pendekatan baru dalam mengenalkan Nahdlatul Ulama (NU) kepada generasi muda. Menurutnya, pengenalan NU, Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, dan organisasi pelajar IPNU-IPPNU harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih segar dan relevan dengan gaya hidup pelajar saat ini.
Hal tersebut disampaikan Gus Rozin dalam kegiatan Sosialisasi Majalah Ma’arif NU Jateng yang digelar secara daring oleh Lembaga Pendidikan Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah bekerja sama dengan PW IPNU-IPPNU Jawa Tengah pada Rabu (18/6/2025).
Dalam paparannya, Gus Rozin menyampaikan kekhawatiran atas menurunnya semangat ke-NU-an di kalangan pelajar dan santri. Ia menilai bahwa salah satu penyebabnya adalah karena para pendidik dan penggerak NU belum mengadaptasi metode yang sesuai dengan karakter generasi muda.
“Kita sekarang menghadapi masa yang menantang. Cara lama dalam mengenalkan NU tidak lagi efektif. Harus ada cara yang lebih dekat, yang ngenomi, yaitu yang sesuai dengan gaya komunikasi dan bahasa anak muda saat ini,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pendekatan satu arah dan kering tidak akan menarik bagi generasi yang terbiasa berinteraksi dengan teknologi dan media digital. Sebaliknya, ia mendorong agar penyampaian nilai-nilai NU dikemas dalam konten yang menyenangkan dan edukatif. “Jangan kaku. Jangan kering. Kita butuh konten yang menyentuh, menyenangkan, dan sesuai usia mereka,” tegasnya.
Gus Rozin juga menekankan pentingnya kesinambungan program-program penguatan NU. Ia berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti hanya karena pergantian pengurus. “Program seperti ini tidak boleh musiman. Kita harus berpikir soal keberlangsungan NU dan Aswaja ke depan,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua LP Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah, Dr. Hidayatun, menjelaskan bahwa Majalah Ma’arif NU Jateng hadir sebagai media pendukung pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (MATSAMA). Menurutnya, majalah tersebut dirancang untuk memperkuat visi pendidikan Aswaja sejak awal peserta didik memasuki sekolah atau madrasah.
“Sekolah-sekolah di luar Ma’arif sering kesulitan menyusun materi pengenalan. Majalah ini hadir untuk menjawab tantangan itu dengan konten yang sistematis, efisien, dan bernuansa Aswaja,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa pembelajaran Aswaja sejak dini sangat penting sebagai fondasi karakter pelajar.
Pemimpin Redaksi Majalah Ma’arif NU, Dr. Hamidulloh Ibda, dalam sesi penyampaian materi menegaskan bahwa majalah tersebut merupakan bentuk nyata komitmen terhadap penguatan NU dan gerakan pelajar IPNU-IPPNU. “Majalah Ma’arif NU bukan hanya media, tapi juga identitas. Di dalamnya juga tersedia buku pedoman pembentukan Komisariat IPNU-IPPNU, sehingga setiap sekolah bisa langsung membentuk struktur organisasinya,” ungkapnya.
Ibda juga menyampaikan bahwa majalah tersebut disiapkan sebagai solusi dari ketiadaan modul atau materi ajar dalam kegiatan MPLS dan MATSAMA. Ia berharap konten majalah yang padat, terjangkau, dan edukatif bisa menjadi investasi pendidikan yang berkelanjutan.
Ketua PW IPPNU Jawa Tengah, Rekanita Dwi Sangita, turut memperkuat pentingnya pembentukan Komisariat IPNU-IPPNU di sekolah dan madrasah. Ia menyebut bahwa organisasi pelajar NU tersebut sangat vital dalam membentuk karakter kepemimpinan, penguatan ideologi Aswaja, serta menghadapi tantangan zaman digital.
“Komisariat adalah tempat pelajar bertumbuh, belajar organisasi, dan memperkuat jati diri keislaman dan kebangsaan mereka. Inilah tempat mereka berproses menjadi pemimpin masa depan,” kata Dwi Sangita.
Kegiatan diakhiri dengan sesi diskusi interaktif yang diikuti lebih dari 160 peserta dari berbagai daerah. Tiga video profil Komisariat IPNU-IPPNU unggulan turut diputarkan sebagai inspirasi dan role model bagi sekolah lain. Video tersebut menampilkan praktik baik pengkaderan dan aktivitas pelajar NU di berbagai madrasah.
“Ketiga video ini kami harapkan bisa menjadi contoh yang bisa direplikasi oleh sekolah dan madrasah lain,” pungkas Dwi Sangita. (*)